Jakarta— Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) melalui ketuanya, Rizal Rudiansyah, mengkritik keras kinerja Bea Cukai yang dinilai telah menghambat perekonomian nasional akibat penahanan 26.000 kontainer. Penahanan tersebut memicu konflik terbuka antara Bea Cukai dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), mengingat banyaknya bahan baku penting untuk sektor industri yang tertahan di pelabuhan.
“Bahwa langkah Bea Cukai ini berpotensi memperlambat roda perekonomian Indonesia dan mengancam kelangsungan industri dalam negeri,” tegas Rizal kepada awak media, Sabtu (14/9/2024)
Menurut Rizal, penahanan barang secara berlarut-larut tanpa koordinasi yang baik antara Bea Cukai dan Kemenperin telah menyebabkan distribusi bahan baku strategis terhambat.
“Kami mendapat laporan bahwa banyak bahan baku untuk industri seperti baja, kimia, dan komponen lain tidak dapat dikeluarkan dari pelabuhan akibat ketidaksepakatan antara Bea Cukai dan Kemenperin. Ini mengganggu operasional industri dalam negeri yang sangat bergantung pada pasokan bahan baku dari impor,” ujar Rizal.
Berdasarkan data dari Kemenperin, sekitar 40% dari sektor industri besar yang beroperasi di Indonesia kini menghadapi ancaman penurunan produksi akibat penundaan barang-barang impor tersebut. Hal ini diperkirakan dapat berdampak pada penurunan pendapatan negara dan merugikan pelaku usaha yang sangat bergantung pada pasokan tepat waktu untuk menjaga stabilitas produksi.
Rizal Rudiansyah juga mengkritik cara Bea Cukai menangani masalah ini yang terkesan tidak transparan dan tanpa penjelasan memadai. GPII menilai bahwa Bea Cukai telah gagal menjalankan fungsi pengawasan barang impor yang berimbang antara keamanan negara dan kelancaran ekonomi.
“Bea Cukai harus memahami bahwa kelambanan mereka dapat merugikan bukan hanya industri, tetapi juga perekonomian nasional secara keseluruhan. Ketidakseimbangan ini harus segera diperbaiki,” kata Rizal.
GPII mendesak adanya investigasi menyeluruh terhadap kebijakan penahanan kontainer ini. Mereka meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan untuk menyelidiki dugaan penyalahgunaan wewenang dan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang mungkin melibatkan oknum pejabat Bea Cukai.
“Kami melihat adanya indikasi kuat bahwa ada kepentingan tertentu di balik penahanan ini, dan kami mendesak KPK untuk mengungkapnya secara transparan,” tambah Rizal.
Lebih lanjut, GPII meminta agar Dirjen Bea Cukai, Askolani, segera mengundurkan diri karena dianggap gagal menjalankan tugasnya dengan baik. Penahanan ribuan kontainer ini telah menciptakan ketegangan antara Bea Cukai dan Kemenperin, yang justru berdampak buruk pada sektor industri.
“Kami menuntut agar pejabat terkait bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan segera mundur dari jabatannya,” tegas Rizal.
Selain itu, GPII menyerukan agar audit terbuka dilakukan terhadap sistem pengawasan Bea Cukai. Mereka menganggap bahwa perlu dilakukan reformasi menyeluruh di instansi ini agar pengawasan barang impor bisa lebih efisien dan bebas dari kepentingan tertentu.
Dengan kondisi perekonomian global yang tidak menentu, GPII berharap pemerintah segera mengambil langkah cepat untuk menyelesaikan konflik antara Bea Cukai dan Kemenperin agar distribusi bahan baku dapat kembali normal dan roda industri tidak terganggu lebih jauh.