Islami  

Lengkap Surat Al-Waqi’ah: Arab, Latin, Terjemahan dan Keutamaan

Q.S Al Waqiah

JAKARTA— Surat Al-Waqi’ah memiliki banyak keutamaan yang dipercaya dalam Islam. Beberapa keutamaan yang dikenal di kalangan umat Islam meliputi:

1. Mencegah Kemiskinan: salah satu keutamaan yang paling populer dari Surat Al-Waqi’ah adalah keyakinan bahwa membaca surat ini dapat mencegah kemiskinan. Dalam beberapa riwayat, disebutkan bahwa orang yang membaca Surat Al-Waqi’ah setiap malam tidak akan terkena kemiskinan. Namun, riwayat ini banyak dikategorikan sebagai lemah.

2. Mendatangkan Rezeki: ada keyakinan lain bahwa membaca Surat Al-Waqi’ah bisa membuka pintu rezeki. Surat ini dianggap membawa keberkahan dalam kehidupan finansial seseorang.

3. Menguatkan Iman pada Hari Kiamat: kandungan Surat Al-Waqi’ah yang membahas tentang peristiwa Hari Kiamat dan pembagian manusia ke dalam tiga golongan (golongan kanan, golongan kiri, dan orang-orang yang lebih dahulu beriman) dapat menguatkan keyakinan seseorang tentang adanya kehidupan setelah mati dan pentingnya amal shaleh di dunia.

4. Surat yang Membawa Keberkahan: sebagian ulama menganjurkan untuk rutin membaca Surat Al-Waqi’ah karena surat ini dianggap membawa banyak kebaikan dan keberkahan dalam hidup. Hal ini didasarkan pada pemahaman umum bahwa setiap surat dalam Al-Qur’an memiliki keberkahannya tersendiri jika dibaca dengan ikhlas.

Meskipun keutamaan-keutamaan ini banyak diyakini, penting untuk memastikan bahwa kita tidak mengandalkan riwayat yang lemah tanpa penelitian lebih lanjut dan selalu mendasarkan amal pada tuntunan yang shahih. Membaca Surat Al-Waqi’ah secara rutin tentu dapat menjadi amalan baik karena setiap bacaan Al-Qur’an memiliki pahala tersendiri.

Al-Waqi’ah

Makkiyah · 96

اِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُۙ ۝١

idzâ waqa‘atil-wâqi‘ah

Apabila terjadi hari Kiamat (yang pasti terjadi),

لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌۘ ۝٢

laisa liwaq‘atihâ kâdzibah

tidak ada seorang pun yang (dapat) mendustakan terjadinya. 

خَافِضَةٌ رَّافِعَةٌ ۝٣

khâfidlatur râfi‘ah

(Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain).

اِذَا رُجَّتِ الْاَرْضُ رَجًّاۙ ۝٤

idzâ rujjatil-ardlu rajjâ

Apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya

وَّبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّاۙ ۝٥

wa bussatil-jibâlu bassâ

dan gunung-gunung dihancurkan sehancur-hancurnya,

فَكَانَتْ هَبَاۤءً مُّنْۢبَثًّاۙ ۝٦

fa kânat habâ’am mumbatstsâ

jadilah ia debu yang beterbangan.

وَّكُنْتُمْ اَزْوَاجًا ثَلٰثَةًۗ ۝٧

wa kuntum azwâjan tsalâtsah

Kamu menjadi tiga golongan,

فَاَصْحٰبُ الْمَيْمَنَةِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْمَيْمَنَةِۗ۝٨

fa ash-ḫâbul-maimanati mâ ash-ḫâbul-maimanah

yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu

وَاَصْحٰبُ الْمَشْـَٔمَةِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْمَشْـَٔمَةِۗ ۝٩

wa ash-ḫâbul-masy’amati mâ ash-ḫâbul-masy’amah

dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu.

وَالسّٰبِقُوْنَ السّٰبِقُوْنَۙ ۝١٠

was-sâbiqûnas-sâbiqûn

Selain itu, (golongan ketiga adalah) orang-orang yang paling dahulu (beriman). Merekalah yang paling dahulu (masuk surga).

اُولٰۤىِٕكَ الْمُقَرَّبُوْنَۚ ۝١١

ulâ’ikal-muqarrabûn

Mereka itulah orang-orang yang didekatkan (kepada Allah).

فِيْ جَنّٰتِ النَّعِيْمِ ۝١٢

fî jannâtin-na‘îm

(Mereka) berada dalam surga (yang penuh) kenikmatan.

ثُلَّةٌ مِّنَ الْاَوَّلِيْنَۙ ۝١٣

tsullatum minal-awwalîn

(Mereka adalah) segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu

وَقَلِيْلٌ مِّنَ الْاٰخِرِيْنَۗ ۝١٤

wa qalîlum minal-âkhirîn

dan sedikit dari orang-orang yang (datang) kemudian.

عَلٰى سُرُرٍ مَّوْضُوْنَةٍۙ ۝١٥

‘alâ sururim maudlûnah

(Mereka berada) di atas dipan-dipan yang bertatahkan emas dan permata

مُّتَّكِـِٕيْنَ عَلَيْهَا مُتَقٰبِلِيْنَ ۝١٦

muttaki’îna ‘alaihâ mutaqâbilîn

seraya bersandar di atasnya saling berhadapan.

يَطُوْفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُّخَلَّدُوْنَۙ ۝١٧

yathûfu ‘alaihim wildânum mukhalladûn

Mereka dikelilingi oleh anak-anak yang selalu muda

بِاَكْوَابٍ وَّاَبَارِيْقَۙ وَكَأْسٍ مِّنْ مَّعِيْنٍۙ ۝١٨

bi’akwâbiw wa abârîqa wa ka’sim mim ma‘în

dengan (membawa) gelas, kendi, dan seloki (berisi minuman yang diambil) dari sumber yang mengalir.

لَّا يُصَدَّعُوْنَ عَنْهَا وَلَا يُنْزِفُوْنَۙ ۝١٩

lâ yushadda‘ûna ‘an-hâ wa lâ yunzifûn

Mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk.

وَفَاكِهَةٍ مِّمَّا يَتَخَيَّرُوْنَۙ ۝٢٠

wa fâkihatim mimmâ yatakhayyarûn

(Mereka menyuguhkan pula) buah-buahan yang mereka pilih

وَلَحْمِ طَيْرٍ مِّمَّا يَشْتَهُوْنَۗ ۝٢١

wa laḫmi thairim mimmâ yasytahûn

dan daging burung yang mereka sukai.

وَحُوْرٌ عِيْنٌۙ ۝٢٢

wa ḫûrun ‘în

Ada bidadari yang bermata indah

كَاَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُوْنِۚ ۝٢٣

ka’amtsâlil-lu’lu’il-maknûn

laksana mutiara yang tersimpan dengan baik

جَزَاۤءًۢ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ۝٢٤

jazâ’am bimâ kânû ya‘malûn

sebagai balasan atas apa yang selama ini mereka kerjakan.

لَا يَسْمَعُوْنَ فِيْهَا لَغْوًا وَّلَا تَأْثِيْمًاۙ ۝٢٥

lâ yasma‘ûna fîhâ laghwaw wa lâ ta’tsîmâ

Di sana mereka tidak mendengar percakapan yang sia-sia dan tidak (pula) percakapan yang menimbulkan dosa,

اِلَّا قِيْلًا سَلٰمًا سَلٰمًا ۝٢٦

illâ qîlan salâman salâmâ

kecuali (yang mereka dengar hanyalah) ucapan, “Salam… salam.”

وَاَصْحٰبُ الْيَمِينِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْيَمِيْنِۗ۝٢٧

wa ash-ḫâbul-yamîni mâ ash-ḫâbul-yamîn

Golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu.

فِيْ سِدْرٍ مَّخْضُوْدٍۙ ۝٢٨

fî sidrim makhdlûd

(Mereka) berada di antara pohon bidara yang tidak berduri,

وَّطَلْحٍ مَّنْضُوْدٍۙ ۝٢٩

wa thal-ḫim mandlûd

pohon pisang yang (buahnya) bersusun-susun, 

وَّظِلٍّ مَّمْدُوْدٍۙ ۝٣٠

wa dhillim mamdûd

naungan yang terbentang luas,

وَّمَاۤءٍ مَّسْكُوْبٍۙ ۝٣١

wa mâ’im maskûb

air yang tercurah,

وَّفَاكِهَةٍ كَثِيْرَةٍۙ ۝٣٢

wa fâkihating katsîrah

buah-buahan yang banyak

لَّا مَقْطُوْعَةٍ وَّلَا مَمْنُوْعَةٍۙ ۝٣٣

lâ maqthû‘atiw wa lâ mamnû‘ah

yang tidak berhenti berbuah dan tidak terlarang memetiknya,

وَّفُرُشٍ مَّرْفُوْعَةٍۗ ۝٣٤

wa furusyim marfû‘ah

dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.

اِنَّآ اَنْشَأْنٰهُنَّ اِنْشَاۤءًۙ ۝٣٥

innâ ansya’nâhunna insyâ’â

Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari itu) secara langsung,

فَجَعَلْنٰهُنَّ اَبْكَارًاۙ ۝٣٦

fa ja‘alnâhunna abkârâ

lalu Kami jadikan mereka perawan-perawan

عُرُبًا اَتْرَابًاۙ ۝٣٧

‘uruban atrâbâ

yang penuh cinta (lagi) sebaya umurnya,

لِّاَصْحٰبِ الْيَمِيْنِۗࣖ ۝٣٨

li’ash-ḫâbil-yamîn

(diperuntukkan) bagi golongan kanan,

ثُلَّةٌ مِّنَ الْاَوَّلِيْنَۙ ۝٣٩

tsullatum minal-awwalîn

(yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu

وَثُلَّةٌ مِّنَ الْاٰخِرِيْنَۗ ۝٤٠

wa tsullatum minal-âkhirîn

dan segolongan besar (pula) dari orang-orang yang kemudian.

وَاَصْحٰبُ الشِّمَالِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الشِّمَالِۗ۝٤١

wa ash-ḫâbusy-syimâli mâ ash-ḫâbusy-syimâl

Golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu.

فِيْ سَمُوْمٍ وَّحَمِيْمٍۙ ۝٤٢

fî samûmiw wa ḫamîm

(Mereka berada) dalam siksaan angin yang sangat panas, air yang mendidih,

وَّظِلٍّ مِّنْ يَّحْمُوْمٍۙ ۝٤٣

wa dhillim miy yaḫmûm

dan naungan asap hitam

لَّا بَارِدٍ وَّلَا كَرِيْمٍ ۝٤٤

lâ bâridiw wa lâ karîm

yang tidak sejuk dan tidak menyenangkan.

اِنَّهُمْ كَانُوْا قَبْلَ ذٰلِكَ مُتْرَفِيْنَۚ ۝٤٥

innahum kânû qabla dzâlika mutrafîn

Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah.

وَكَانُوْا يُصِرُّوْنَ عَلَى الْحِنْثِ الْعَظِيْمِۚ ۝٤٦

wa kânû yushirrûna ‘alal-ḫintsil-‘adhîm

Mereka terus-menerus mengerjakan dosa yang besar.

وَكَانُوْا يَقُوْلُوْنَ ەۙ اَىِٕذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَّعِظَامًا ءَاِنَّا لَمَبْعُوْثُوْنَۙ ۝٤٧

wa kânû yaqûlûna a idzâ mitnâ wa kunnâ turâbaw wa ‘idhâman a innâ lamab‘ûtsûn

Mereka berkata, “Apabila kami telahmati menjadi tanah dan tulang-belulang, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan (kembali)?

اَوَاٰبَاۤؤُنَا الْاَوَّلُوْنَ ۝٤٨

a wa âbâ’unal-awwalûn

Apakah nenek moyang kami yang terdahulu (akan dibangkitkan pula)?”

قُلْ اِنَّ الْاَوَّلِيْنَ وَالْاٰخِرِيْنَۙ ۝٤٩

qul innal-awwalîna wal-âkhirîn

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan yang kemudian

لَمَجْمُوْعُوْنَۙ اِلٰى مِيْقَاتِ يَوْمٍ مَّعْلُوْمٍ ۝٥٠

lamajmû‘ûna ilâ mîqâti yaumim ma‘lûm

benar-benar akan dikumpulkan pada waktu tertentu, yaitu hari yang sudah diketahui.

ثُمَّ اِنَّكُمْ اَيُّهَا الضَّاۤ لُّوْنَ الْمُكَذِّبُوْنَۙ ۝٥١

tsumma innakum ayyuhadl-dlâllûnal-mukadzdzibûn

Kemudian, sesungguhnya kamu, wahai orang-orang sesat lagi pendusta,

لَاٰكِلُوْنَ مِنْ شَجَرٍ مِّنْ زَقُّوْمٍۙ ۝٥٢

la’âkilûna min syajarim min zaqqûm

pasti akan memakan pohon zaqum.

فَمَالِـُٔوْنَ مِنْهَا الْبُطُوْنَۚ ۝٥٣

fa mâli’ûna min-hal-buthûn

Lalu, kamu akan memenuhi perut-perutmu dengannya.

فَشٰرِبُوْنَ عَلَيْهِ مِنَ الْحَمِيْمِۚ ۝٥٤

fa syâribûna ‘alaihi minal-ḫamîm

Setelah itu, untuk penawarnya (zaqum) kamu akan meminum air yang sangat panas.

فَشٰرِبُوْنَ شُرْبَ الْهِيْمِۗ ۝٥٥

fa syâribûna syurbal-hîm

Maka, kamu minum bagaikan unta yang sangat haus.

هٰذَا نُزُلُهُمْ يَوْمَ الدِّيْنِۗ ۝٥٦

hâdzâ nuzuluhum yaumad-dîn

Inilah hidangan (untuk) mereka pada hari Pembalasan.”

نَحْنُ خَلَقْنٰكُمْ فَلَوْلَا تُصَدِّقُوْنَ ۝٥٧

naḫnu khalaqnâkum falau lâ tushaddiqûn

Kami telah menciptakanmu. Mengapa kamu tidak membenarkan (hari Kebangkitan)?

اَفَرَءَيْتُمْ مَّا تُمْنُوْنَۗ ۝٥٨

a fa ra’aitum mâ tumnûn

Apakah kamu memperhatikan apa yang kamu pancarkan (sperma)?

ءَاَنْتُمْ تَخْلُقُوْنَهٗٓ اَمْ نَحْنُ الْخٰلِقُوْنَ ۝٥٩

a antum takhluqûnahû am naḫnul-khâliqûn

Apakah kamu yang menciptakannya atau Kami Penciptanya?

نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوْقِيْنَۙ ۝٦٠

naḫnu qaddarnâ bainakumul-mauta wa mâ naḫnu bimasbûqîn

Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami tidak lemah

عَلٰٓى اَنْ نُّبَدِّلَ اَمْثَالَكُمْ وَنُنْشِئَكُمْ فِيْ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ ۝٦١

‘alâ an nubaddila amtsâlakum wa nunsyi’akum fî mâ lâ ta‘lamûn

untuk mengubah bentukmu (di hari Kiamat) dan menciptakanmu kelak dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.

وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ النَّشْاَةَ الْاُوْلٰى فَلَوْلَا تَذَكَّرُوْنَ۝٦٢

wa laqad ‘alimtumun-nasy’atal-ûlâ falau lâ tadzakkarûn

Sungguh, kamu benar-benar telah mengetahui penciptaan yang pertama. Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?

اَفَرَءَيْتُمْ مَّا تَحْرُثُوْنَۗ ۝٦٣

a fa ra’aitum mâ taḫrutsûn

Apakah kamu memperhatikan benih yang kamu tanam?

ءَاَنْتُمْ تَزْرَعُوْنَهٗٓ اَمْ نَحْنُ الزّٰرِعُوْنَ ۝٦٤

a antum tazra‘ûnahû am naḫnuz-zâri‘ûn

Apakah kamu yang menumbuhkannya atau Kami yang menumbuhkan?

لَوْ نَشَاۤءُ لَجَعَلْنٰهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُوْنَۙ۝٦٥

lau nasyâ’u laja‘alnâhu huthâman fa dhaltum tafakkahûn

Seandainya Kami berkehendak, Kami benar-benar menjadikannya hancur sehingga kamu menjadi heran tercengang,

اِنَّا لَمُغْرَمُوْنَۙ ۝٦٦

innâ lamughramûn

(sambil berkata,) “Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian.

بَلْ نَحْنُ مَحْرُوْمُوْنَ ۝٦٧

bal naḫnu mahrûmûn

Bahkan, kami tidak mendapat hasil apa pun.”

اَفَرَءَيْتُمُ الْمَاۤءَ الَّذِيْ تَشْرَبُوْنَۗ ۝٦٨

a fa ra’aitumul-mâ’alladzî tasyrabûn

Apakah kamu memperhatikan air yang kamu minum?

ءَاَنْتُمْ اَنْزَلْتُمُوْهُ مِنَ الْمُزْنِ اَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُوْنَ ۝٦٩

a antum anzaltumûhu minal-muzni am naḫnul-munzilûn

Apakah kamu yang menurunkannya dari awan atau Kami yang menurunkan?

لَوْ نَشَاۤءُ جَعَلْنٰهُ اُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُوْنَ۝٧٠

lau nasyâ’u ja‘alnâhu ujâjan falau lâ tasykurûn

Seandainya Kami berkehendak, Kami menjadikannya asin. Mengapa kamu tidak bersyukur?

اَفَرَءَيْتُمُ النَّارَ الَّتِيْ تُوْرُوْنَۗ ۝٧١

a fa ra’aitumun-nârallatî tûrûn

Apakah kamu memperhatikan api yang kamu nyalakan?

ءَاَنْتُمْ اَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَآ اَمْ نَحْنُ الْمُنْشِـُٔوْنَ۝٧٢

a antum ansya’tum syajaratahâ am naḫnul-munsyi’ûn

Apakah kamu yang menumbuhkan kayunya atau Kami yang menumbuhkan?

نَحْنُ جَعَلْنٰهَا تَذْكِرَةً وَّمَتَاعًا لِّلْمُقْوِيْنَۚ ۝٧٣

naḫnu ja‘alnâhâ tadzkirataw wa matâ‘al lil-muqwîn

Kami menjadikannya (api itu) sebagai peringatan dan manfaat bagi para musafir.

فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِࣖ ۝٧٤

fa sabbiḫ bismi rabbikal-‘adhîm

Maka, bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahaagung.

فَلَآ اُقْسِمُ بِمَوٰقِعِ النُّجُوْمِ ۝٧٥

fa lâ uqsimu bimawâqi‘in-nujûm

Aku bersumpah demi tempat beredarnya bintang-bintang.

وَاِنَّهٗ لَقَسَمٌ لَّوْ تَعْلَمُوْنَ عَظِيْمٌۙ ۝٧٦

wa innahû laqasamul lau ta‘lamûna ‘adhîm

Sesungguhnya itu benar-benar sumpah yang sangat besar seandainya kamu mengetahui.

اِنَّهٗ لَقُرْاٰنٌ كَرِيْمٌۙ ۝٧٧

innahû laqur’ânung karîm

Sesungguhnya ia benar-benar Al-Qur’an yang sangat mulia,

فِيْ كِتٰبٍ مَّكْنُوْنٍۙ ۝٧٨

fî kitâbim maknûn

dalam Kitab yang terpelihara.

لَّا يَمَسُّهٗٓ اِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَۙ ۝٧٩

lâ yamassuhû illal-muthahharûn

Tidak ada yang menyentuhnya, kecuali para hamba (Allah) yang disucikan.

تَنْزِيْلٌ مِّنْ رَّبِّ الْعٰلَمِيْنَ ۝٨٠

tanzîlum mir rabbil-‘âlamîn

(Al-Qur’an) diturunkan dari Tuhan seluruh alam.

اَفَبِهٰذَا الْحَدِيْثِ اَنْتُمْ مُّدْهِنُوْنَ ۝٨١

a fa bihâdzal-ḫadîtsi antum mud-hinûn

Apakah kamu menganggap remeh berita ini (Al-Qur’an)

وَتَجْعَلُوْنَ رِزْقَكُمْ اَنَّكُمْ تُكَذِّبُوْنَ ۝٨٢

wa taj‘alûna rizqakum annakum tukadzdzibûn

dan kamu menjadikan rezeki yang kamu terima (dari Allah) justru untuk mendustakan (Al-Qur’an)?

فَلَوْلَآ اِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُوْمَۙ ۝٨٣

falau lâ idzâ balaghatil-ḫulqûm

Kalau begitu, mengapa (kamu) tidak (menahan nyawa) ketika telah sampai di kerongkongan,

وَاَنْتُمْ حِيْنَىِٕذٍ تَنْظُرُوْنَۙ ۝٨٤

wa antum ḫîna’idzin tandhurûn

padahal kamu ketika itu melihat (orang yang sedang sekarat)?

وَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلٰكِنْ لَّا تُبْصِرُوْنَ ۝٨٥

wa naḫnu aqrabu ilaihi mingkum wa lâkil lâ tubshirûn

Kami lebih dekat kepadanya (orang yang sedang sekarat) daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat.

فَلَوْلَآ اِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِيْنِيْنَۙ ۝٨٦

falau lâ ing kuntum ghaira madînîn

Maka, mengapa jika kamu tidak diberi balasan, 

تَرْجِعُوْنَهَآ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ ۝٨٧

tarji‘ûnahâ ing kuntum shâdiqîn

kamu tidak mengembalikannya (nyawa itu) jika kamu orang-orang yang benar?

فَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِيْنَۙ ۝٨٨

fa ammâ ing kâna minal-muqarrabîn

Jika dia (orang yang mati) itu termasuk yang didekatkan (kepada Allah),

فَرَوْحٌ وَّرَيْحَانٌ ەۙ وَّجَنَّتُ نَعِيْمٍ ۝٨٩

fa rauḫuw wa raiḫânuw wa jannatu na‘îm

dia memperoleh ketenteraman, rezeki, dan surga (yang penuh) kenikmatan.

وَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنْ اَصْحٰبِ الْيَمِيْنِۙ ۝٩٠

wa ammâ ing kâna min ash-ḫâbil-yamîn

Jika dia (termasuk) golongan kanan,

فَسَلٰمٌ لَّكَ مِنْ اَصْحٰبِ الْيَمِيْنِۗ ۝٩١

fa salâmul laka min ash-ḫâbil-yamîn

“Salam bagimu” dari (sahabatmu,) golongan kanan.

وَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنَ الْمُكَذِّبِيْنَ الضَّاۤلِّيْنَۙ۝٩٢

wa ammâ ing kâna minal-mukadzdzibînadl-dlâllîn

Jika dia termasuk golongan para pendusta lagi sesat,

فَنُزُلٌ مِّنْ حَمِيْمٍۙ ۝٩٣

fa nuzulum min ḫamîm

jamuannya berupa air mendidih

وَّتَصْلِيَةُ جَحِيْمٍ ۝٩٤

wa tashliyatu jaḫîm

dan dibakar oleh (neraka) Jahim.

اِنَّ هٰذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِيْنِۚ ۝٩٥

inna hâdzâ lahuwa ḫaqqul-yaqîn

Sesungguhnya ini benar-benar merupakan hakulyakin.

فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِࣖ ۝٩٦

fa sabbiḫ bismi rabbikal-‘adhîm

Maka, bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahaagung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *