Kendari— Ketua DPRD Sultra, La Ode Tariala, bersama anggota DPRD Sultra, Ardin, merespon polemik penahanan seorang guru honorer di Kecamatan Baito, Konawe Selatan (Konsel), yang diduga melakukan penganiayaan terhadap muridnya.
Kedua anggota DPRD Sultra tersebut langsung menemui terdakwa, Supriyani, di Lapas Perempuan Kelas III Kendari dan mendengarkan langsung curhatannya. Mereka menilai terdapat beberapa kejanggalan dalam penanganan perkara ini dan meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk bersikap profesional dan objektif.
“Berdasarkan keterangan guru Supriyani, guru itu tidak jadi guru murid itu, bahkan kata guru itu yang jadi saksi menjadi saksi 2 murid itu ada guru perwalian kelas 1 A, sementara guru kelas 1 mengatakan dia tidak ada,” jelas Tariala, yang juga anggota PGRI, Senin (21/10/2024).
“Sehingga bisa kita simpulkan bahwa perkara ini diduga dibuat-buat,” tambahnya.
DPRD Sultra telah berkoordinasi dengan APH di Sultra terkait perkara ini dan akan meminta penangguhan penahanan untuk Supriyani.
“Kita sudah hubungi juga tadi Kapolda dan Wakapolda Sultra, besok juga kita akan bertemu dengan Kajati Sultra dan Kajari Konsel untuk meminta penangguhan,” ungkapnya.
Mereka juga menyesalkan adanya permintaan uang damai senilai puluhan juta dari oknum polisi kepada Supriyani.
“Kita kasihan juga, ini guru honorer mau ambil uang dimana 50 juta, apalagi perkara yang mungkin ia tidak lakukan, kita tahu sendiri kan berapa gaji honorer,” ungkapnya.
“Kita kawal ini juga mengingat banyaknya kasus antara guru dan murid yang berujung di proses hukum,” tambahnya.
DPRD Sultra berharap agar APH dapat memutuskan perkara ini secara adil dan meminta pembebasan untuk Supriyani.
“Kita minta APH dapat memutuskan perkara ini seadil-adilnya,” tegasnya.
“Ini juga sudah menjadi atensi pusat PGRI, semua guru di seluruh Indonesia meminta agar guru Supriyani dibebaskan,” jelasnya.
“Ingat guru ini bukan hanya sekedar mengajar, tetapi guru ini juga mendidik generasi penerus,” pungkasnya.(**)