Jakarta— Jaringan Aktivis Nusantara menanggapi konflik antara Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan mengenai gagalnya alokasi anggaran untuk proyek pipa gas Cirebon-Semarang (Cisem) dan Dumai-Sei Mangkei (Dusem). Proyek ini, yang seharusnya mendukung ketahanan energi nasional, terganjal oleh penolakan Kementerian Keuangan terhadap tambahan anggaran yang diajukan Kementerian ESDM. Dalam pernyataan yang disampaikan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, pihaknya menyalahkan Kemenkeu atas kegagalan proyek ini, yang ia sebut berdampak besar pada distribusi gas di Indonesia.
Menurut catatan hasil rapat kerja Komisi VII DPR dan Menteri ESDM pada 5 September 2024, telah disepakati anggaran sebesar Rp 10,88 triliun untuk Kementerian ESDM pada tahun 2025. Namun, Badan Anggaran (Banggar) DPR, dalam pembahasan pada 10 September 2024, hanya menyetujui anggaran Rp 3,90 triliun—jumlah yang sama dengan alokasi awal RAPBN 2025, tanpa tambahan yang diajukan Kementerian ESDM. Akibatnya, proyek pipa gas Cisem dan Dusem terancam gagal karena tidak mendapatkan pendanaan yang cukup dari pemerintah.
Jaringan Aktivis Nusantara, melalui Ketua Romadhon Jasn, mengungkapkan keprihatinannya terhadap persoalan ini. Menurut mereka, persoalan ini lebih dari sekadar perdebatan antara dua kementerian. “Gagalnya proyek pipa gas ini bukan hanya soal siapa yang bertanggung jawab, tetapi juga menyangkut marwah kebijakan energi nasional kita,” ujar Romadhon, saat dihubungi awak media, Jumat di Jakarta (13/9/2024)
Romadhon menekankan pentingnya transparansi dalam proses anggaran. “Dengan alokasi awal RAPBN yang hanya Rp 3,91 triliun dari Rp 10,88 triliun yang diajukan, jelas ada permasalahan dalam prioritas penganggaran pemerintah. Kami meminta agar Kementerian Keuangan dan ESDM memberikan penjelasan yang lebih komprehensif mengenai keputusan ini,” lanjutnya.
Romadhon juga mengkritisi pernyataan Bahlil yang mengaitkan kegagalan proyek ini dengan Kementerian Keuangan.
“Jika proyek ini sudah direncanakan sejak lama dan sudah ada tender yang selesai, maka masalahnya bukan hanya pada alokasi anggaran. Ada masalah lebih mendasar terkait perencanaan, yang tampaknya kurang matang,” katanya.
Menurut data yang dihimpun, proyek pipa gas Cisem dan Dusem sangat penting dalam memastikan distribusi gas alam yang lebih merata di Indonesia. Pipa Cisem, yang dirancang untuk menghubungkan sumber gas di Jawa Barat dengan wilayah industri di Jawa Tengah, diproyeksikan mampu meningkatkan kapasitas distribusi gas hingga 350 juta kaki kubik per hari. Sedangkan, pipa Dusem ditujukan untuk menghubungkan Dumai dengan Sei Mangkei di Sumatera Utara, yang juga diharapkan bisa meningkatkan efisiensi distribusi gas di wilayah tersebut.
“Jika proyek ini gagal, ada risiko besar terhadap upaya pemerintah dalam mencapai ketahanan energi, terutama terkait distribusi gas alam yang lebih merata,” jelas Romadhon.
Indonesia saat ini masih sangat tergantung pada energi fosil seperti minyak dan batu bara, sehingga gas alam, sebagai sumber energi yang lebih bersih, menjadi sangat penting dalam upaya transisi energi.
Menurutnya, jika proyek-proyek seperti ini gagal, bukan hanya akan berdampak pada distribusi energi, tetapi juga pada target emisi nol bersih atau Net Zero Emission yang ditargetkan tercapai pada tahun 2060.
Romadhon mengusulkan agar pemerintah mencari alternatif solusi untuk memastikan proyek ini tetap berjalan. Salah satu opsi yang diajukan adalah keterlibatan lebih aktif sektor swasta melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
“Keterlibatan swasta bisa menjadi solusi jangka panjang untuk proyek-proyek infrastruktur energi seperti ini. Skema KPBU memungkinkan pemerintah untuk memanfaatkan investasi swasta tanpa harus sepenuhnya bergantung pada APBN,” ujar Romadhon.
Selain itu, Jaringan Aktivis Nusantara juga mendesak agar Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM bekerja sama lebih erat untuk memastikan prioritas anggaran yang tepat.
“Kita tidak bisa hanya bergantung pada APBN dalam menghadapi proyek besar seperti ini. Dibutuhkan pendekatan yang lebih fleksibel dan inovatif dalam mencari sumber pendanaan,” tambah Romadhon.
Jaringan Aktivis Nusantara menilai, persoalan anggaran untuk proyek pipa gas Cisem dan Dusem adalah indikasi dari perlunya perencanaan anggaran yang lebih matang dan kolaboratif antara berbagai kementerian. Tanpa kerja sama yang solid antara Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan DPR, proyek-proyek vital untuk ketahanan energi Indonesia bisa terhambat.
“Kita harus ingat bahwa ketahanan energi bukan hanya soal anggaran, tetapi soal visi jangka panjang dan keberanian untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam memitigasi masalah yang ada. Kami berharap pemerintah bisa segera menemukan solusi agar proyek-proyek ini dapat berjalan sesuai dengan rencana, demi kedaulatan energi nasional,” tutup Romadhon.