Me-roasting Rekam Jejak dan Komposisi Paket Calon Pimpinan DPD Racikan La Nyalla Mattalitti

Oleh : Riski Jamaluddin (DPP KNPI)

Anggota terpilih Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI hasil pemilu 2024 akan melewati proses demokrasi internal lembaga. Hak politik anggota DPD ini digunakan untuk memilih satu paket pimpinan yang berisikan satu orang ketua dan tiga orang wakil ketua. Keempatnya merupakan perwakilan dari empat sub wilayah yang telah dibagi dalam tata tertib DPD RI.

Mekanisme pemilihan pimpinan DPD RI dengan sistem paket ini adalah hal yang baru. Berbeda dengan tata cara pemilihan pimpinan DPD pada periode-periode sebelumnya. Tentunya Perubahan tata cara atau metode pemilihan pimpinan DPD ini akan mengubah lanskap dan suasana politik internal lembaga ke depannya. Akan ada harmonisasi visi perjuangan pimpinan DPD yang tentunya positif bagi tumbuh kembang lembaga. Namun juga diperkirakan akan terjadi segregasi politik antar pendukung paket. Pertarungan politik seperti ini akan menyisakan residu polarisasi atau semacam perang dingin anggota sepanjang periode. Padahal publik sedang sabar menanti kontribusi politik kelompok utusan daerah yang tentunya mensyaratkan kesolidan para anggotanya secara kelembagaan.

Sehingga kami berpandangan resiko politik dalam lembaga perwakilan yang hanya berjumlah 152 orang ini perlu disiapkan solusinya. Hal ini bisa diawali dengan menelaah dan mengkaji komposisi paket calon pimpinan oleh anggota DPD sebagai pemilik suara. Anggota terpilih yang didominasi oleh pendatang baru, berkewajiban me-roasting rekam jejak dan capaian seorang calon. Hal yang juga sangat krusial bagi paket calon pimpinan DPD adalah ada tidaknya filosofi ke-indonesiaan dari keempat orang yang diusulkan itu, sebagaimana pertimbangan filosofis dibentuknya lembaga DPD RI.

Pada siang hari Minggu (23/06) yang lalu, satu paket pimpinan DPD telah resmi dideklarasikan. Yaitu Paket Calon Pimpinan besutan ketua DPD RI saat ini La Nyalla Mahmud Mattalitti didampingi oleh 3 orang calon wakil atas nama Nono Sampono, Tamsil Linrung dan Elviana. Deklarasi ini dihadiri oleh kurang lebih 50 (dilaporkan 47) anggota DPD terpilih. Angka yang cukup besar untuk ukuran deklarasi politik pimpinan DPD.

Namun jika diselidiki lebih lanjut, deklarasi yang dilaksanakan di kompleks Senayan Jakarta itu dilaporkan hanya dihadiri oleh belasan anggota DPD RI periode 2019-2024. Dari daftar absen dan pantauan langsung di lapangan hanya ada belasan incumbent terpilih yang hadir dari 68 anggota incumbent yang kembali terpilih. Angka partisipasi anggota DPD periode ini cukup rendah jika publik beranggapan kinerja Ketua DPD La Nyalla Mattalitti sudah cukup baik. Jika dilihat dengan kaca mata rekam jejak dan legacy kepemimpinan seorang ketua, hal ini menjadi indikator lemahnya dukungan anggota DPD kepada pencalonan kedua La Nyalla Mattalitti. Mengingat gaya kepemimpinan dan janji politik yang tidak kunjung ditunaikan oleh ketua DPD RI saat ini. Nyaris tidak satupun janji politik Labl Nyalla Mattalitti yang ditunaikan sejak terpilih sebagai ketua DPD RI di tahun 2019. Seperti janji beliau untuk membangun rumah jabatan anggota DPD RI di Jakarta.

Harus kita akui, DPD periode ini mengalami periode kepemimpinan yang lemah dan tanpa memiliki legacy apapun. Publik bisa melihat betapa lembaga dengan legitimasi politik yang luar biasa ini hampir belum memberikan kontribusi politik selama satu periode terakhir. Pengalaman anggota DPD yang merasakan kepemimpinan ketua DPD saat ini adalah hal yang juga penting untuk dikaji dan dikritisi. Setidaknya publik dan anggota DPD yang baru terpilih memiliki referensi dan gambaran utuh terkait rekam jejak dan capaian kinerja ketua DPD yang kembali bertarung dalam bursa Pimpinan DPD periode 2024-2029.

Mengapa demikian? Karena Jabatan ketua DPD RI adalah sangat strategis dan penting dalam meng-orkestrasi fungsi dan peran politik lembaga di antara dua lembaga parlemen. Sebuah posisi di mana harapan dan aspirasi masyarakat Daerah dititipkan untuk diperjuangkan bersama pemerintah. DPD RI pada periode ini seharusnya mampu berkompromi dengan DPR dan lembaga eksekutif jika memiliki kepemimpinan politik yang kuat dan bermartabat. Terutama dalam fungsi legislasi dan anggaran DPD. Sayangnya publik atau bahkan anggota DPD tidak melihat ada satupun usulan RUU dan pertimbangan politik DPD yang diperdebatkan oleh DPR dan pemerintah dalam proses legislasinya.

Oleh karena itu, jika anggota DPD yang baru terpilih mengharapkan terjadi dinamika politik yang demokratis dan bisa berbuat lebih banyak untuk daerah, maka merujuklah pada sikap politik senator senior. Pilihan politik senator senior adalah rujukan terbaik bagi para anggota DPD yang baru. Terdapat banyak anggota DPD yang sudah berkantor di Senayan selama 3 periode atau bahkan lebih. Suka atau tidak, Kepemimpinan lembaga yang dipimpin oleh ketua DPD selama ini belum memberikan dampak yang signifikan bagi daerah dan anggota.

Dan terdapat satu hal serius yang menjadi aib bagi lembaga dalam peristiwa deklarasi pak La Nyalla hati Minggu kemarin. Yaitu dideklarasikannya seorang bakal calon wakil ketua DPD atas nama Nono Sampono. Kami mengatakannya sebagai aib, karena menurut hasil pleno resmi KPU RI, beliau tidak pernah ditetapkan sebagai anggota DPD terpilih pada pemilu 2024. Sesat pikir dari sikap politik ini harus dikritisi dan dievaluasi oleh anggota DPD terpilih. Khususnya bagi penyelenggara pemilu seperti KPU dan DPD RI secara kelembagaan. KPU wajib mengklarifikasi proses deklarasi pimpinan DPD yang menyertakan mantan calon anggota DPD yang tidak terpilih di dapilnya. Apa legitimasi Nono Sampono sehingga dirinya berani mendeklarasikan diri sebagai calon pimpinan DPD RI?

Peristiwa ini tidak hanya membuktikan adanya kesesatan berpikir, namun menunjukan adanya Pemaksaan kehendak politik calon paket pimpinan DPD La Nyalla. Pembohongan ini cukup merendahkan martabat DPD sebagai sebuah lembaga tinggi negara. Anggota DPD dan publik tentunya tidak bisa mengharapkan agar lembaga DPD menjadi kuat dan bermartabat jika sejak awal pencalonannya sudah terjadi upaya pembohongan politik yang serius seperti ini. Peluang DPD RI untuk tampil lebih signifikan untuk mewarnai lanskap demokrasi Indonesia menjadi sangat kecil. Status quo kepemimpinan ini harus diakhiri oleh anggota baru DPD yang tidak sedikit diisi oleh banyak mellenial. 40 orang anggota mellenial dan Gen Z harus menjadi faktor determinan perubahan arah perjuangan lembaga. Tentunya diawali dengan menentukan langkah dukungan politik yang tepat pada paket calon pimpinan DPD yang sesuai dengan karakter progresif dan visi transformasi anak muda.

Exit mobile version